advertisement

Penayangan bulan lalu

Jumat, 30 September 2011

Adab Bersenggama Dengan Istri


Didalam jima (senggama) terdapat adab-adab yang dianjurkan islam yang mengantarkannya kepada amal islami yang sesuai dengan manusia serta untuk merealisasikan sasaran-sasaran yang diharapkan dari pernikahan. Diantara adab-adab tersebut adalah :

1.Menggunakan wangi-wangian sebelum berjima.
Didalam ash Shahihain dari hadits Aisyah berkata,” Sungguh aku pernah memakaikan wewangian kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian Beliau mendatangi isteri-isterinya. Dan pada pagi harinya Beliau mengenakan pakaian ihram dalam keadaan wangi semerbak"

2.Bercumbu (foreplay) sebelum berjima
Untuk meningkatkan gairah syahwatnya hingga bisa mendapatkan kenikmatan yang diinginkan.

3.Berdoa ketika berjima.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian ingin mendatangi istrinya (mengajak bersetubuh), hendaknya mengucapkan; BISMILLAH, ALLAHUMMA JANNIBNAS SYAITHAANA WAJANNIBIS SYAITHAANA MAA RAZAQTANAA (Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa (anak) yang akan Engkau rizkikan kepada kami), apabila di antara keduanya ditakdirkan mendapatkan anak dari hasil persetubuhan itu, maka anak tersebut tidak akan dicelakakan setan selamanya."

4.Macam-macam jima yang dibolehkan :
Jima tidak diperbolehkan kecuali pada kemaluan yang menjadi tempat melahirkan dan reproduksi baik mendatanginya dari depan maupun belakang.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir berkata; Orang-orang yahudi mengatakan; Jika seorang lelaki menyetubuhi isterinya pada kemaluannya dari arah belakang, maka anak tersebut akan terlahir dalam keadaan cacat matanya (juling). Lalu turunlah ayat: "Isteri-isteri kalian adalah tempat bercocok tanam bagi kalian, maka datangilah tempat bercocok tanam kalian dari mana saja kalian kehendaki."

5.Jika seorang suami telah mencapai puncak orgasmenya maka janganlah bersegera menyudahinya sebelum si istri mencapai puncak orgasmenya pula.

6.Diharamkan menggaulinya ketika sedang haid.
Diriwayakan oleh at Tirmidzi dan Abu Daud dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa menggauli wanita haid, atau menggauli wanita dari dubur, atau mendatangi dukun maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam."

7.Diharamkan menggauli pada duburnya.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,"Terlaknat, orang yang menggauli isterinya pada duburnya."

8.Diharamkan menyebarkan apa yang dilakukan suami istri terkait dengan persetubuhan mereka.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa'id Al Khudri berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya."

9.Diwajibkan mandi setelah berjima’ walaupun tidak mengeluarkan mani.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila seorang lelaki duduk di antara empat cabang milik perempuan (maksudnya kedua paha dan kedua tangan), kemudian menekannya maka sungguh dia wajib mandi."
Didalam riwayat Muslim pula disebutkan,”Apabila seorang laki-laki duduk di antara cabang empat wanita (maksudnya kedua paha dan kedua tangan) dan bertemulah kelamin laki-laki dengan kelamin wanita maka sungguh telah wajib mandi'."
Didalam riwayat at Tirmidzi disebutkan,"Jika khitan bertemu khitan maka telah wajib mandi.”

10.Menggunakan penutup tatkala berjima’.
Terdapat hadits dalam hal itu akan tetapi lemah, maka tidaklah mengapa tanpa menggunakan penutup (selimut). Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, "Jika salah seorang dari kalian mendatangi isterinya hendaklah dengan penutup, dan jangan telanjang bulat." .. (Markaz al Fatwa No. 3768)
Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar