advertisement
Penayangan bulan lalu
Sabtu, 11 Februari 2012
Bibit Karet Tidak Standar
Saat ini tengah marak kegiatan peremajaan karet di sejumlah wilayah sentra pengembangan di Indonesia. Namun karena terbatasnya jumlah bahan tanaman unggul maka membuka “market” untuk bibit tidak standar. Jika tidak diwaspadai, pekebun bisa saja akhirnya menanam benih tidak unggul tersebut.
Beberapa bentuk bibit yang tidak standar, antara lain , penggunaan mata tunas yang berasal dari pohon lain yang berupa tanaman semaian (asal biji/seedling), penggunaan mata tunas yang berasal dari kebun produksi yang berasal dari tanaman semaian.
Termasuk juga penggunaan mata tunas dari kebun entres yang tidak diketahui jenis klonnya, akibatnya dihasilkan bibit yang tidak jelas klonnya. Dan penggunaan mata tunas yang berasal dari kebun entres, tetapi biji yang digunakan sebagai batang bawah tidak sesuai anjuran (biji sapuan/biji asalan).
Pemilihan batang bawah yang sesuai untuk batang atas pada tanaman karet sangat penting untuk diperhatikan, karena seringkali terjadi inkompatabilitas antara batang bawah dengan klon batang atas. Potensi klon batang atas yang maksimum hanya akan tercapai apabila batang bawah yang digunakan sesuai dengan batang atas.
Biji Polong Merah
Selain itu, sekarang ini di beberapa daerah, khususnya di Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung banyak beredar biji karet yang dikenal dengan sebutan biji polong merah yang dikatakan berasal dari Perusahaan Golden Hope, Malaysia, Selangor Batu Tiga BHD. Bahkan benih ini diklaim ini bisa langsung ditanam di lapangan tanpa harus diokulasi.
Informasi seperti ini jelas-jelas sebagai bentuk pembodohan dan penipuan. Apa pun jenis biji dan dari mana pun asalnya, untuk pertanaman di lapangan haruslah menggunakan bibit unggul hasil okulasi. Karena bagi kebun yang dibangun dengan menggunakan biji atau seedling, produktivitasnya 3-5 kali lebih rendah dibandingkan dengan bibit unggul hasil okulasi.
Bagi masyarakat awam sangat tidak mungkin untuk mengenali bibit asli atau tidak standar (palsu). Namun untuk bibit okulasi, paling tidak ada satu ciri fisik yang secara mudah dapat dikenali yaitu dengan melihat arah tumbuh tunas (sudut tunas) yang terbentuk terhadap batang bawahnya. Pertumbuhan tunas bibit standar (asli) akan membentuk sudut lebih besar terhadap garis vertikal batang bawahnya. Sebaliknya untuk bibit tidak standar (palsu), pertumbuhan tunas relatif sejajar (sudut lebih sempit) dan merapat ke arah batang bawahnya.
Bibit Tiga Kaki
Selain jenis-jenis tersebut, di Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung saat ini banyak pula beredar bibit kaki tiga atau sering disebut bibit Three in One. Dinyatakan, bahwa dengan menggunakan bibit kaki tiga akan mempercepat pertumbuhan sehingga dapat memperpendek masa tanaman belum menghasilkan. Bibit jenis ini dijual lebih mahal atau dua kali lipat dari harga bibit unggul standar.
Teknik perbanyakan bibit kaki tiga pada dasarnya hampir sama seperti pembuatan bibit okulasi polibeg pada umumnya. Stummata tidur ditanam dalam polibeg, kemudian di dalam polibeg yang sama ditanam lagi dua tanaman berasal dari semaian yang telah disiapkan di kebun pembibitan batang bawah.
Dua buah tanaman semaian tersebut kemudian disusukan pada stum mata tidur, sehingga pada tanaman tersebut terdapat tiga buah tanaman (berkaki tiga). Setelah sekitar tiga hingga enam bulan tanaman tersebut siap dipasarkan dengan sebutan bibit polibeg berkaki tiga (three in one). Namun banyak juga bibit three in one tersebut diperdagangkan tanpa dilakukan okulasi (bibit seedling).
Pada dasarnya bibit kaki tiga yang saat ini banyak beredar di pasaran belum teruji secara empiris, sehingga belum diketahui keunggulan baik dari segi pertumbuhan maupun produksinya. Penggunaan biji/batang lebih dari satu untuk batang bawah yang telah dilakukan oleh penangkar sebenarnya tujuannya untuk apa?
Kalau tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan, tidak perlu menggunakan biji/batang lebih dari satu. Pada saat ini telah banyak klon-klon yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Karet yang mempunyai pertumbuhan cepat (matang sadap 39 bulan) dengan produksi tinggi. Klon-klon tersebut dikelompokkan dalam Klon Penghasil Lateks-Kayu, seperti RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, dan IRR 119.
Sementara itu kalau tujuan untuk mendapatkan daya hasil tinggi, dengan penggunaan biji/batang bawah lebih dari satu belum tentu dapat meningkatkan potensi klon batang atas, bahkan bisa terjadi hal sebaliknya yaitu menurunkan produksi akibat tidak terjadi kesesuaian (incompatability) antara klon batang atas dengan batang bawah. Beberapa klon yang mempunyai potensi produksi tinggi, yaitu BPM 24, PB 260, PB 330, PB 340, IRR 104, IRR 112, IRR 118, dan IRR 220, telah tersedia dan dapat digunakan untuk tujuan tersebut.
Penulis: Island Boerhendhy, peneliti di Balit Karet Sembawa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar